Monday, December 8, 2008

Bandung's Last Flower

Kalau anda kebetulan berada di kota Sydney dan naik MRT diseputar City Circle, berhentilah di stasiun St James Park. Keluarlah melalui exit bagian utaranya yang menghadap ke Sydney Harbor. Seberangilah jalan yang berada tepat di mulut exit itu, anda akan menjumpai sebuah taman yang ditumbuhi pepohonan yang rindang dan hamparan rumput nan hijau. Telusurilah jalan setapak menuju ke arah barat, tepat diujungnya, seberangilah jalan yang memisahkan taman itu dengan gedung-gedung tua yang berderet dengan megah. Diujung sebelah kiri ada sebuah gedung yang tampak lebih anggun dibanding yang lainnya, dengan arsitektur gothic yang menawan. Itulah tempat saya dulu, menghabiskan hari-hari sepulang sekolah, The Sydney Central Library.


Teman-teman saya dulu tahu, disitulah saya sering menghabiskan waktu. Kata mereka saya mengidap Schizophrenia, padahal saya cuma rindu pada tanah air. Lalu apa hubungan perpustakaan itu dengan Indonesia, jawabannya tidak lain adalah karena di perpustakaan itu, terdapat berbagai artikel dan foto-foto yang berkaitan dengan Indonesia.

Begitu rindunya saya pada tanah air, bak orang yang dahaga akan air dihamparan pasir yang gersang, sebuah foto bukit di pulau jawa saja ibarat air dingin yang jatuh dari langit, menyejukan kalbu yang ditimpa rindu tak terperi. Pada saat itu internet belumlah memasyarakat, foto-foto dari archive perpustakaan itulah yang menjadi jembatan kerinduan saya pada tanah air saat itu.

Adapun hari yang tak terlupakan itu di musim panas menjelang liburan sekolah, tepatnya hanya beberapa bulan menjelang kepulangan saya ke tanah air, saya membuka buku-buku di section South East Asia, mata saya tertuju pada sebuah buku yang mengilustrasikan pulau Jawa.

Tidak lama kemudian, tenggelamlah saya dalam keasyikan yang dalam, sebuah ketertarikan yang teramat sangat sederhana, namun tak terlukiskan dalam kata-kata. Tak lama lagi saya akan pulang, dan tepat pada saat itu mata saya tertuju pada sebuah sub section, tentang sebuah kota yang dipagari oleh gunung-gunung nan menjulang, orang menyebutnya kota kembang.

Teman-teman sesama pelajar disini pernah tenggelam dalam sebuah obrolan yang mengasyikan mengenai Bandung. Salah satu dari mereka pernah bilang,

"Why it was renown as the flower city, had nothing to do with flowers...it's the beauty of the Bandung ladies that resemble it"

Saya suka tersenyum kalau mengingat itu, karena bapak saya besar dan sekolah di Bandung, saya sendiri memiliki saudara yang tersebar di kota itu, benar sekali adanya, sejauh ingatan saya, no cities can beat the beauty of Bandung girls.

15 Tahun Kemudian...

"I love you too kang.." adalah barisan kalimat dari seorang gadis Bandung yang menghentikan detak jantung saya beberapa saat, disaat mahligai yang saya bangun berada di jurang kehancuran, menyisakan puing-puing yang berserakan, memanas seperti bara yang semakin merona.

Tidak akan ada orang didunia ini yang dapat menuliskan nasibnya sendiri, merangkainya menjadi sebuah kata-kata lalu mengarahkannya sekehendak hati dan akal sehatnya. Pertemuan saya dengan dirinya tidak pernah diawali dengan niat yang tertuliskan. Dia seperti seorang peri yang datang lalu menghilang di penghujung hari, seperti air kembali ke lautan, seperti gelap kembali ke malam, dan seperti hijau kembali ke dedaunan...

Adalah suatu saat, ketika ia duduk hanya dipisahkan oleh sebuah meja kecil, tak sadar pula ia saya perhatikan, very attractive, energetic, and spontaneous, and above all adalah cara dia menundukkan pandangannya ketika saya menatapnya, menyembunyikan sepasang mata yang indah. Senyum dan tawanya yang renyah menghempaskan tembok-tembok yang menjaga relung hati dan ketabuan.

Terhenyak saya dimalam-malam yang sunyi di kota hujan, merenung sendiri ditengah kebuntuan, defeat and humiliation. Apakah ini ya Allah, ujian terbesar yang akan pernah kau berikan, atau inikah jawaban dari doa yang tak henti akan sebuah mahligai yang kokoh dan dilandasi oleh cinta yang menyejukkan.

Disini, dihamparan teras rumah ini, bayangannya hadir. No one would have predicted that the city of flowers will be so phenomenal to me as it is today. Long list of brothers and sisters suddenly emerged from this one city that I hardly recognize.

If this is a dream, don't let me be awake, but if I'm awake, don't let me fall asleep. Adalah ungkapan hati yang jujur dari dalam diri saya saat ini. Tapi, waktulah yang akan menjawabnya. Tapi untuk saat ini, kota itu menyimpan sepasang mata yang indah, yang selalu menanti, and she will remain to me, Bandung's last flower...





14 comments:

  1. so sweet...
    thank you kang, it means a lot for me..

    tapi...
    waktu itu bilang "i love you kang" buat jawab yang bilang "i love you neng" (konfirmasi mode on) hahaha...

    ReplyDelete
  2. euh telat euy, sugan teh ieu dongeng kangge eci ai pek teh kangge neng geulis xixixixi...
    beuh mang dudi lagi polin in lop kitu ? ngiring bingah atuh ;)

    ReplyDelete
  3. ah bisa aja neng geulis mah, eh neng eci...

    ReplyDelete
  4. jadi inget ka bandung teh karena aww hungkul...keur mah kitu teh selingkuhan deui nya....beuh...


    xixixixi.....

    ReplyDelete
  5. Haha..I knew major would rise the flag. Not what you think major, words can master one's mind, but the truth is not what it seems. Cheers...

    ReplyDelete
  6. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  7. hush Pak Mayor seurina jaim atuh hihihihihi....

    ReplyDelete
  8. panasaraaaaaaaaaaannnnnnnnnnnnn.....
    saha siiiiiiihhhhhhhhhh????? :D

    ReplyDelete
  9. panasaraaaaaaaaaaannnnnnnnnnnnn.....
    saha siiiiiiihhhhhhhhhh????? :D

    ReplyDelete
  10. om dudi flesbek beuu... di bandung deuih..
    siapakah siapakah dia???

    ReplyDelete
  11. akangku, aku disini.. ur bandung's last flower, love u much ;)

    ReplyDelete